Tuesday 14 July 2015

Cinta Bersujud di Mihrab Patuh

Cinta Bersujud di Mihrab Patuh

Julaibib, demikian dirinya biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri barangkali telah menunjukkan ciri jasmani juga kedudukannya di antara manusia; kerdil & rendahan.

Julaibib. Nama yg tidak biasa & tidak kumplit. Nama ini, pasti bukan beliau sendiri yg menghendaki. Tak serta orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tidak dengan mengetahui siapa ayah & yg mana cream pemutih wajah bundanya. Begitu serta beberapa orang, seluruh tidak tahu, atau tidak mau tahu menyangkut nasab Julaibib. Tidak dikenal juga, termasuk juga suku apakah beliau. Celakanya, bagi penduduk Yatsrib, tidak bernasab & tidak bersuku yakni cacat kemasyarakatan yg tidak terampunkan.

Julaibib yg tersisih. Penampakan jasmani & kesehariannya serta menggenapkan susahnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yg buruk terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tidak ada rumah buat berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir & kerikil. tiada perabotan. Minum cuma dari kolam umum yg diciduk dgn tangkupan telapak. Abu Barzah, satu orang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berbicara berkaitan Julaibib, ”Jangan sempat biarkan Julaibib masuk di antara kalian ! Demi Allah kalau ia berani demikian, saya dapat lakukan faktor yg mengerikan padanya !”

Demikianlah Julaibib.

Tetapi kalau Allah berkehendak menurunkan RahmatNya, tidak satu makhlukpun sanggup menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, & beliau senantiasa berada di shaff terdepan dalam shalat ataupun jihad. Walau nyaris seluruh orang terus memperlakukannya seolah beliau tidak ada, tak demikian dgn Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yg tinggal di shuffah Masjid Nabawi, satu buah hri ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, demikian lembut dia memanggil, ”Tidakkah engkau menikah ?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, ”Yang ingin menikahkan putrinya bersama diriku ini ?”

Julaibib menjawab dgn konsisten tersenyum. Tidak ada kesan menyesalkan diri atau menyalahkan takdir Allah kepada kata-kata ataupun air mukanya. Rasulullah pula tersenyum. Bisa Jadi memang lah tiada ortu yg berkenan kepada Julaibib. Tetapi hri berikutnya, dikala berjumpa dgn Julaibib, Rasulullah menanyakan faktor yg sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah ?” & Julaibib menjawab bersama jawaban yg sama. Demikian, demikian, demikian. Tiga kali. Tiga hri berturut-turut.

& di hri ke-3 itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib selanjutnya membawanya ke salah satu rumah seseorang pemimpin Anshar. ”Aku ingin”, kata Rasulullah terhadap si empunya rumah, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya & betapa berkahnya”, demikian si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh dapat jadi cahaya yg menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian utk Julaibib.”

”Julaibib ?”, hampir terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Utk Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. ”Saya mesti meminta pertimbangan isteri aku menyangkut factor ini.”

”Dengan Julaibib ?”, isterinya berseru. ”Bagaimana sanggup? Julaibib yg berwajah lecak, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, & tidak berharta ? Demi Allah tak. tidak ingin sempat puteri kita menikah dgn Julaibib. Padahal kita sudah menolak beraneka ragam lamaran..”

Perdebatan itu tidak berjalan lama. Sang puteri dari balik tirai bicara anggun. ”Siapakah yg meminta ?”

Sang ayah & sang ibu memaparkan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah ? Demi Allah, kirim saya padanya. & demi Allah, lantaran Rasulullah lah yg meminta, sehingga ga ada dapat beliau mengambil kehancuran & kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah dulu membaca ayat ini
"Dan tidaklah layak bagi lelaki beriman & wanita beriman, seandainya Allah & RasulNya sudah menetapkan satu buah ketentuan, dapat ada bagi mereka pilihan lain berkenaan urusan mereka. & barangsiapa mendurhakai Allah & Rasul-Nya sehingga sungguhlah dirinya sudah sesat, sesat yg nyata. (QS Al Ahzab [33] : 36)"

& Sang Nabi bersama tertunduk berdoa utk sang gadis shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barokah. Jangan Sampai Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah.”

Doa yg indah.

Sungguh kita menggali ilmu dari Julaibib utk tidak merutuki diri, buat tidak menyalahkan takdir, utk menggenapkan pasrah & tunduk kepada Allah & RasulNya. Tidak enteng jadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yg teramat terbatas. Kita serta mempelajari lebih tidak sedikit dari gadis yg dipilihkan Rasulullah utk Julaibib. Menggali Ilmu supaya cinta kita berakhir di titik ketaatan. Meloncati rasa gemar & tidak menyukai. Dikarenakan kita tahu, mentaati Allah dalam elemen yg tidak kita senang ialah kesempatan bagi gelimang pahala. Sebab kita tahu, amat sering ketidaksukaan kita hanyalah terjemah mungil ketidaktahuan. Dirinya yaitu sektor dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab tunduk. Waktu tunduk, dirinya tidak merisaukan kemampuannya.
Memang Lah tentu, ada batas-batas manusiawi yg terlampaui tinggi utk kita lampaui. Namun bila kita sudah tunduk pada Allah, jangan sampai khawatirkan itu lagi. Beliau Maha Tahu batas-batas kebolehan diri kita. Beliau takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib sudah tunduk pada Allah & RasulNya. Allah Maha Tahu. & Rasulullah sudah berdoa. Silakan kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita sbg hamba memang lah tunduk pada Allah. Lain tak! Seandainya kita bertaqwa PadaNya, Allah dapat bukakan jalan ke luar dari masalah-masalah yg diluar kuasa kita. Urusan kita ialah tunduk pada Allah. Lain tak. Sehingga sang gadis menyanggupi pernikahan yg hampir tidak sempat diimpikan gadis manapun itu. Pun tidak sempat terbayang dalam angannya. Lantaran dirinya tunduk terhadap Allah & RasulNya.

Namun bagaimanapun ada keterbatasan daya & upaya terhadap beliau. Ada tekanan-tekanan yg terlampaui berat bagi seseorang perempuan. & agungnya, biarpun kala patuh beliau tidak perhitungkan kemampuannya, dia percaya Allah bakal bukakan jalan ke luar bila dirinya menabrak dinding karang kesusahan. Dia patuh. Dirinya bertindak tidak dengan gubris. Dirinya percaya bahwa pintu kebaikan bakal senantiasa terbuka bagi sesiapa yg MentaatiNya.

Sehingga benarlah doa Sang Nabi. Sehingga Allah karuniakan jalan ke luar yg indah bagi semuanya. Sehingga kebersamaan di dunia itu tidak ditakdirkan terlampaui lama. Biarpun di dunia sang isteri shalihah & bertaqwa, namun bidadari sudah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit biarpun tercibir di bumi. Dirinya lebih patut menghuni surga daripada dunia yg bersikap tidak terlampaui bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tidak satupun perempuan Madinah yg shadaqahnya melampaui ia, sampai nanti para lelaki mutlak meminangnya.

Disaat Julaibib syahid, Sang Nabi demikian kehilangan. Namun dirinya dapat mengajarkan sesuatu terhadap para shahabatnya. Sehingga Sang Nabi tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan satu orang ?”

“Tidak Ya Rasulallah !”, serempak sekali. Nampaknya Julaibib memang lah tidak beda ada & tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan satu orang ?”, ia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah !” Kali ini sebahagian menjawab bersama was-was & tidak seyakin tadi. Sekian Banyak menengok ke kanan & ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi saya kehilangan Julaibib”, kata dirinya.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib !”

Sehingga ditemukanlah dirinya, Julaibib yg mulia. Terbunuh dgn luka-luka, seluruhnya dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yg sudah beliau bunuh.

Sang Rasul, bersama tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Dia Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya dengan cara pribadi. Waktu kuburnya digali, Rasulullah duduk & memangku jasad Julaibib, mengalasinya dgn ke-2 lengan dirinya yg mulia. Bahkan juga ia ikut turun ke lahatnya buat membaringkan Julaibib. Disaat itulah, kalimat Sang Nabi utk si mayyit bakal menciptakan iri seluruh makhluq sampai hri berbangkit. “Ya Allah, beliau merupakan bidang dari diriku. & saya yaitu bidang dari beliau.”

Ya. Kepada kalimat itu; tidakkah kita cemburu ?

sepenuh cinta, Cinta Bersujud di Mihrab Patuh

Julaibib, demikian dirinya biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri bisa saja telah menunjukkan ciri jasmani pula kedudukannya di antara manusia; kerdil & rendahan.

Julaibib. Nama yg tidak biasa & tidak komplit. Nama ini, pasti bukan ia sendiri yg menghendaki. Tak juga orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tidak dengan mengetahui siapa ayah & yg mana bundanya. Begitu serta beberapa orang, seluruh tidak tahu, atau tak ingin tahu berkaitan nasab Julaibib. Tidak dikenal serta, termasuk juga suku apakah dirinya. Celakanya, bagi warga Yatsrib, tidak bernasab & tidak bersuku yakni cacat kemasyarakatan yg tidak terampunkan.

Julaibib yg tersisih. Penampilan jasmani & kesehariannya pula menggenapkan susahnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yg buruk terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tidak ada rumah buat berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir & kerikil. tiada perabotan. Minum cuma dari kolam umum yg diciduk bersama tangkupan telapak. Abu Barzah, seseorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berbicara menyangkut Julaibib, ”Jangan sempat biarkan Julaibib masuk di antara kalian ! Demi Allah jikalau ia berani demikian, saya bakal lakukan factor yg mengerikan padanya !”

Demikianlah Julaibib.

Tapi kalau Allah berkehendak menurunkan RahmatNya, tidak satu makhlukpun dapat menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, & dirinya senantiasa berada di shaff terdepan dalam shalat ataupun jihad. Walaupun nyaris seluruh orang terus memperlakukannya seolah beliau tidak ada, tak demikian dgn Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yg tinggal di shuffah Masjid Nabawi, satu buah hri ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, demikian lembut ia memanggil, ”Tidakkah engkau menikah ?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, ”Yang ingin menikahkan putrinya bersama diriku ini ?”

Julaibib menjawab dgn konsisten tersenyum. Tidak ada kesan menyesalkan diri atau menyalahkan takdir Allah kepada kata-kata ataupun air mukanya. Rasulullah serta tersenyum. Kemungkinan benar-benar tiada orang tua yg berkenan kepada Julaibib. Tetapi hri berikutnya, waktu berjumpa bersama Julaibib, Rasulullah menanyakan factor yg sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah ?” & Julaibib menjawab bersama jawaban yg sama. Demikian, demikian, demikian. Tiga kali. Tiga hri berturut-turut.

& di hri ke-3 itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib selanjutnya membawanya ke salah satu rumah seseorang pemimpin Anshar. ”Aku ingin”, kata Rasulullah kepada si empunya rumah, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya & betapa berkahnya”, demikian si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh dapat jadi cahaya yg menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian utk Julaibib.”

”Julaibib ?”, hampir terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Buat Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. ”Saya mesti meminta pertimbangan isteri aku berkaitan faktor ini.”

”Dengan Julaibib ?”, isterinya berseru. ”Bagaimana sanggup? Julaibib yg berwajah lecak, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, & tidak berharta ? Demi Allah tak. tidak ingin sempat puteri kita menikah bersama Julaibib. Padahal kita sudah menolak beraneka lamaran..”

Perdebatan itu tidak berjalan lama. Sang puteri dari balik tirai bicara anggun. ”Siapakah yg meminta ?”

Sang ayah & sang ibu memaparkan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah ? Demi Allah, kirim saya padanya. & demi Allah, lantaran Rasulullah lah yg meminta, sehingga tak ada dapat ia mengambil kehancuran & kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah dulu membaca ayat ini
"Dan tidaklah layak bagi lelaki beriman & wanita beriman, seandainya Allah & RasulNya sudah menetapkan sebuah ketentuan, dapat ada bagi mereka pilihan lain berkenaan urusan mereka. & barangsiapa mendurhakai Allah & Rasul-Nya sehingga sungguhlah dirinya sudah sesat, sesat yg nyata. (QS Al Ahzab [33] : 36)"

& Sang Nabi bersama tertunduk berdoa buat sang gadis shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barokah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah.”

Doa yg indah.

Sungguh kita mencari ilmu dari Julaibib buat tidak merutuki diri, buat tidak menyalahkan takdir, utk menggenapkan pasrah & patuh terhadap Allah & RasulNya. Tidak enteng jadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yg teramat terbatas. Kita serta menggali ilmu lebih tidak sedikit dari gadis yg dipilihkan Rasulullah utk Julaibib. Menuntut Ilmu supaya cinta kita berakhir di titik ketaatan. Meloncati rasa menyukai & tidak menyukai. Sebab kita tahu, mentaati Allah dalam aspek yg tidak kita senang yaitu kesempatan bagi gelimang pahala. Lantaran kita tahu, paling sering ketidaksukaan kita hanyalah terjemah mungil ketidaktahuan. Dia yaitu sektor dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab patuh. Saat tunduk, beliau tidak merisaukan kemampuannya.
Memang Lah tentu, ada batas-batas manusiawi yg terlampaui tinggi utk kita lampaui. Namun apabila kita sudah patuh pada Allah, janganlah khawatirkan itu lagi. Dia Maha Tahu batas-batas kekuatan diri kita. Dirinya takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib sudah tunduk pada Allah & RasulNya. Allah Maha Tahu. & Rasulullah sudah berdoa. Silahkan kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barakah. Jangan Sampai Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita sbg hamba benar-benar patuh pada Allah. Lain tak! Jikalau kita bertaqwa PadaNya, Allah dapat bukakan jalan ke luar dari masalah-masalah yg diluar kuasa kita. Urusan kita yakni patuh pada Allah. Lain tak. Sehingga sang gadis menyanggupi pernikahan yg hampir tidak sempat diimpikan gadis manapun itu. Serta tidak sempat terbayang dalam angannya. Sebab dia tunduk terhadap Allah & RasulNya.

Tapi bagaimanapun ada keterbatasan daya & upaya terhadap beliau. Ada tekanan-tekanan yg terlampaui berat bagi seseorang perempuan. & agungnya, walaupun dikala patuh beliau tidak perhitungkan kemampuannya, beliau percaya Allah dapat bukakan jalan ke luar jikalau dia menabrak dinding karang kesusahan. Beliau patuh. Dia bertindak tidak dengan gubris. Beliau percaya bahwa pintu kebaikan bakal senantiasa terbuka bagi sesiapa yg MentaatiNya.

Sehingga benarlah doa Sang Nabi. Sehingga Allah karuniakan jalan ke luar yg indah bagi semuanya. Sehingga kebersamaan di dunia itu tidak ditakdirkan terlampaui lama. Walau di dunia sang isteri shalihah & bertaqwa, tetapi bidadari sudah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meskipun tercibir di bumi. Dia lebih layak menghuni surga daripada dunia yg bersikap tidak terlampaui bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tidak satupun perempuan Madinah yg shadaqahnya melampaui dirinya, sampai nanti para lelaki mutlak meminangnya.

Ketika Julaibib syahid, Sang Nabi demikian kehilangan. Tetapi dia dapat mengajarkan sesuatu terhadap para shahabatnya. Sehingga Sang Nabi tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seorang ?”

“Tidak Ya Rasulallah !”, serempak sekali. Nampaknya Julaibib benar-benar tidak beda ada & tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan satu orang ?”, dirinya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah !” Kali ini sebahagian menjawab dgn was-was & tidak seyakin tadi. Sekian Banyak menengok ke kanan & ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi saya kehilangan Julaibib”, kata dia.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib !”

Sehingga ditemukanlah beliau, Julaibib yg mulia. Terbunuh bersama luka-luka, seluruh dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yg sudah beliau bunuh.

Sang Rasul, bersama tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Dia Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya dengan cara pribadi. Saat kuburnya digali, Rasulullah duduk & memangku jasad Julaibib, mengalasinya bersama ke-2 lengan dia yg mulia. Bahkan juga dirinya ikut turun ke lahatnya buat membaringkan Julaibib. Ketika itulah, kalimat Sang Nabi utk si mayyit dapat menciptakan iri seluruhnya makhluq sampai hri berbangkit. “Ya Allah, dirinya yakni sektor dari diriku. & saya yakni bidang dari ia.”

Ya. Terhadap kalimat itu; tidakkah kita cemburu ?

sepenuh cinta, Cinta Bersujud di Mihrab Tunduk

Julaibib, demikian ia biasa dipanggil. Sebutan ini sendiri barangkali telah menunjukkan ciri jasmani pun kedudukannya di antara manusia; kerdil & rendahan.

Julaibib. Nama yg tidak biasa & tidak komplit. Nama ini, pasti bukan beliau sendiri yg menghendaki. Tak juga orangtuanya. Julaibib hadir ke dunia tidak dengan mengetahui siapa ayah & yg mana bundanya. Begitu serta beberapa orang, seluruh tidak tahu, atau tidak ingin tahu berkaitan nasab Julaibib. Tidak dikenal juga, termasuk juga suku apakah dirinya. Celakanya, bagi warga Yatsrib, tidak bernasab & tidak bersuku merupakan cacat kemasyarakatan yg tidak terampunkan.

Julaibib yg tersisih. Penampakan jasmani & kesehariannya pula menggenapkan susahnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yg tidak baik terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya usang. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tidak ada rumah utk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan, berkasurkan pasir & kerikil. tidak ada perabotan. Minum cuma dari kolam umum yg diciduk dgn tangkupan telapak. Abu Barzah, seseorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berbicara mengenai Julaibib, ”Jangan sempat biarkan Julaibib masuk di antara kalian ! Demi Allah apabila beliau berani demikian, saya bakal melaksanakan faktor yg mengerikan padanya !”

Demikianlah Julaibib.

Tetapi bila Allah berkehendak menurunkan RahmatNya, tidak satu makhlukpun mampu menghalangi. Julaibib berbinar menerima hidayah, & dirinya senantiasa berada di shaff terdepan dalam shalat ataupun jihad. Meskipun nyaris seluruhnya orang konsisten memperlakukannya seolah dirinya tak ada, tak demikian dgn Sang Rasul, Sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yg tinggal di shuffah Masjid Nabawi, satu buah hri ditegur oleh Sang Nabi, Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. ”Ya Julaibib”, demikian lembut ia memanggil, ”Tidakkah engkau menikah ?”

”Siapakah orangnya Ya Rasulallah”, kata Julaibib, ”Yang ingin menikahkan putrinya bersama diriku ini ?”

Julaibib menjawab bersama terus tersenyum. Tidak ada kesan menyesalkan diri atau menyalahkan takdir Allah kepada kata-kata ataupun air mukanya. Rasulullah serta tersenyum. Bisa Jadi benar-benar tiada ortu yg berkenan terhadap Julaibib. Namun hri berikutnya, saat berjumpa dgn Julaibib, Rasulullah menanyakan elemen yg sama. ”Wahai Julaibib, tidakkah engkau menikah ?” & Julaibib menjawab dgn jawaban yg sama. Demikian, demikian, demikian. Tiga kali. Tiga hri berturut-turut.

& di hri ke-3 itulah, Sang Nabi menggamit lengan Julaibib seterusnya membawanya ke salah satu rumah satu orang pemimpin Anshar. ”Aku ingin”, kata Rasulullah terhadap si empunya rumah, ”Menikahkan puteri kalian.”

”Betapa indahnya & betapa berkahnya”, demikian si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa Sang Nabi lah calon menantunya. ”Ooh.. Ya Rasulallah, ini sungguh dapat jadi cahaya yg menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

”Tetapi bukan untukku”, kata Rasulullah. ”Kupinang puteri kalian utk Julaibib.”

”Julaibib ?”, hampir terpekik ayah sang gadis.

”Ya. Buat Julaibib.”

”Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas berat. ”Saya mesti meminta pertimbangan isteri aku berkenaan perihal ini.”

”Dengan Julaibib ?”, isterinya berseru. ”Bagaimana sanggup? Julaibib yg berwajah lecak, tidak bernasab, tidak berkabilah, tidak berpangkat, & tidak berharta ? Demi Allah tak. tak ingin sempat puteri kita menikah dgn Julaibib. Padahal kita sudah menolak bermacam lamaran..”

Perdebatan itu tidak berjalan lama. Sang puteri dari balik tirai bicara anggun. ”Siapakah yg meminta ?”

Sang ayah & sang ibu memaparkan.

”Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah ? Demi Allah, kirim saya padanya. & demi Allah, sebab Rasulullah lah yg meminta, sehingga tak ada bakal dirinya mengambil kehancuran & kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah dulu membaca ayat ini
"Dan tidaklah layak bagi lelaki beriman & wanita beriman, bila Allah & RasulNya sudah menetapkan satu buah keputusan, dapat ada bagi mereka pilihan lain mengenai urusan mereka. & barangsiapa mendurhakai Allah & Rasul-Nya sehingga sungguhlah beliau sudah sesat, sesat yg nyata. (QS Al Ahzab [33] : 36)"

& Sang Nabi bersama tertunduk berdoa utk sang gadis shalihah, ”Allahumma shubba ‘alaihima khairan shabban.. Wa la taj’al ‘aisyahuma kaddan kadda.. Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barokah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah.”

Doa yg indah.

Sungguh kita mencari ilmu dari Julaibib utk tidak merutuki diri, utk tidak menyalahkan takdir, utk menggenapkan pasrah & tunduk terhadap Allah & RasulNya. Tidak enteng jadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yg teramat terbatas. Kita serta mencari ilmu lebih tidak sedikit dari gadis yg dipilihkan Rasulullah utk Julaibib. Mencari Ilmu biar cinta kita berakhir di titik ketaatan. Meloncati rasa senang & tidak senang. Sebab kita tahu, mentaati Allah dalam perihal yg tidak kita senang ialah kesempatan bagi gelimang pahala. Lantaran kita tahu, paling sering ketidaksukaan kita hanyalah terjemah mungil ketidaktahuan. Dirinya yakni sektor dari kebodohan kita.

Isteri Julaibib mensujudkan cintanya di mihrab patuh. Waktu tunduk, beliau tidak merisaukan kemampuannya.
Memang Lah tentu, ada batas-batas manusiawi yg terlampaui tinggi buat kita lampaui. Tetapi jikalau kita sudah tunduk pada Allah, jangan sampai khawatirkan itu lagi. Dia Maha Tahu batas-batas kebolehan diri kita. Dia takkan membebani kita melebihinya. Isteri Julaibib sudah patuh terhadap Allah & RasulNya. Allah Maha Tahu. & Rasulullah sudah berdoa. Silakan kita ngiangkan kembali doa itu di telinga. ”Ya Allah”, lirih Sang Nabi, ”Limpahkanlah kebaikan atas mereka, dalam kelimpahan yg penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya payah & bermasalah..”

Alangkah agungnya! Urusan kita yang merupakan hamba memang lah tunduk terhadap Allah. Lain tak! Jikalau kita bertaqwa PadaNya, Allah bakal bukakan jalan ke luar dari masalah-masalah yg diluar kuasa kita. Urusan kita merupakan tunduk pada Allah. Lain tak. Sehingga sang gadis menyanggupi pernikahan yg hampir tidak sempat diimpikan gadis manapun itu. Serta tidak sempat terbayang dalam angannya. Lantaran dirinya tunduk kepada Allah & RasulNya.

Tapi bagaimanapun ada keterbatasan daya & upaya kepada dia. Ada tekanan-tekanan yg terlampaui berat bagi satu orang perempuan. & agungnya, walau waktu patuh dirinya tidak memperhitungkan kemampuannya, beliau percaya Allah bakal bukakan jalan ke luar bila beliau menabrak dinding karang kesusahan. Beliau patuh. Dirinya bertindak tidak dengan gubris. Beliau percaya bahwa pintu kebaikan bakal senantiasa terbuka bagi sesiapa yg MentaatiNya.

Sehingga benarlah doa Sang Nabi. Sehingga Allah karuniakan jalan ke luar yg indah bagi semuanya. Sehingga kebersamaan di dunia itu tidak ditakdirkan terlampaui lama. Biarpun di dunia sang isteri shalihah & bertaqwa, tetapi bidadari sudah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit biarpun tercibir di bumi. Dia lebih patut menghuni surga daripada dunia yg bersikap tidak terlampaui bersahabat kepadanya. Adapun isterinya, kata Anas ibn Malik, tidak satupun perempuan Madinah yg shadaqahnya melampaui dirinya, sampai nanti para lelaki mutlak meminangnya.

Ketika Julaibib syahid, Sang Nabi demikian kehilangan. Tetapi ia bakal mengajarkan sesuatu pada para shahabatnya. Sehingga Sang Nabi tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seorang ?”

“Tidak Ya Rasulallah !”, serempak sekali. Nampaknya Julaibib benar-benar tidak beda ada & tiadanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan satu orang ?”, ia Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanya lagi. Kali ini wajahnya merah bersemu.

“Tidak Ya Rasullallah !” Kali ini sebahagian menjawab dgn was-was & tidak seyakin tadi. Sekian Banyak menengok ke kanan & ke kiri.

Rasulullah menghela nafasnya. “Tetapi saya kehilangan Julaibib”, kata dirinya.

Para shahabat tersadar.

“Carilah Julaibib !”

Sehingga ditemukanlah beliau, Julaibib yg mulia. Terbunuh bersama luka-luka, seluruh dari arah muka. Di seputaran menjelempah tujuh jasad musuh yg sudah beliau bunuh.

Sang Rasul, bersama tangannya sendiri mengafani Sang Syahid. Dia Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menshalatkannya dengan cara pribadi. Disaat kuburnya digali, Rasulullah duduk & memangku jasad Julaibib, mengalasinya dgn ke-2 lengan ia yg mulia. Bahkan serta ia ikut turun ke lahatnya utk membaringkan Julaibib. Diwaktu itulah, kalimat Sang Nabi buat si mayyit dapat menciptakan iri seluruh makhluq sampai hri berbangkit. “Ya Allah, beliau ialah bidang dari diriku. & saya merupakan bidang dari beliau.”

Ya. Kepada kalimat itu; tidakkah kita cemburu ?

sepenuh cinta,

No comments:

Post a Comment

Blog Archive